Dalam keadaan seperti itu kondisi tambang bawah tanah bisa membahayakan keselamatan para pekerja.” Solusi terbaiknya, kata Agung, ribuan karyawan Freeport yang tidak terdata itu bisa menggunakan hak pilih di Tembagapura yaitu KPU Mimika meminta tambahan surat suara ke KPU RI di Jakarta.
Menurut KPU Mimika, jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap di wilayah itu sebanyak 239.265 orang yang tersebar pada 18 distrik (kecamatan) dengan jumlah TPS sebanyak 911. Jumlah pemilih di wilayah Distrik Tembagapura yang mencakup karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktor ditambah warga yang bermukim di sejumlah kampung sekitar Tembagapura hanya sekitar 5.000-an orang. Saat penetapan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tahap dua beberapa waktu lalu, jumlah pemilih masuk ke wilayah Distrik Tembagapura hanya 245 orang.
Sebelumnya, komisioner KPU Papua Tarwinto mengatakan KPU Mimika telah meminta data-data karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktornya beserta Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk mengetahui asal-usul karyawan itu. “Hingga batas waktu yang ditentukan manajemen Freeport tidak memberikan data-data itu,” kata Tarwinto di Jayapura beberapa hari lalu.
Tidak terdaftarnya ribuan karyawan Freeport untuk mengikuti Pemilu 2019 menuai kritik tajam dari tokoh masyarakat Mimika, Athanasius Allo Rafra. Mantan Penjabat Bupati Mappi dan Mimika itu menuding manajemen PT Freeport Indonesia kurang peduli untuk memberikan karyawannya ke KPU Mimika untuk mengikuti Pemilu 2019.
“Saya kira ini kelalaian bahkan kesengajaan.” Pendataan pemilih, kata dia, bukan baru berlangsung satu dua pekan, tapi sudah lebih dari satu tahun. “Pertanyaannya, mengapa orang sebanyak itu tidak pernah didaftarkan.”
Mantan Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Papua itu menilai tidak terdaftarnya ribuan karyawan Freeport mengikuti Pemilu 2019 juga akibat kelalaian aparat Pemerintah Distrik Tembagapura dan Distrik Kuala Kencana. “Pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam.”
Tugas distrik mengajak Freeport mendaftarkan semua karyawannya ke KPU untuk ikut Pemilu. “Jangan mengabaikan kepentingan nasional yang besar ini hanya karena perusahaan sibuk mengurus produksi saja,” kata Allo.
Tempo berusaha meminta klarifikasi mengenai masalah ini kepada juru bicara PT Freeport Riza Pratama. Riza berjanji akan mengontak Tempo kembali. “Nanti saya hubungi kembali, saya sedang meeting.” Riza menjawab melalui pesan teks.(sumber :TEMPO.CO, )