Emas Dunia Kini Menjad “Raksasa” yang Sedang Tidur

Seperti halnya di China, pertumbuhan kasus di Negeri Ginseng memang relatif rendah. Namun kenaikan 0,32% menjadi yang tertinggi sejak 9 April.

Selain China, dan Korea Selatan, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat juga sudah mulai melonggarkan lockdown, sehingga akan menjadi perhatian apakan kasus Covid-19 kembali mengalami peningkatan, atau terus menunjukkan tren penurunan.

Pelaku pasar yang was-was menjadi enggan untuk mengambil risiko investasi yang besar sehingga lebih memilih bermain aman di aset safe haven seperti emas. Harga logam mulia ini pun kembali menguat.

Tetapi jika melihat ke belakang, harga emas sebenarnya masih cukup jauh dari level tertinggi tahun ini US$ 1.746,5/troy ons yang juga merupakan level tertinggi sejak November 2012. Sejak mencapai level tersebut, bergerak fluktuatif, tetapi dalam tren menurun.

Dengan kondisi saat ini, kemerosotan ekonomi hingga resesi, serta kebijakan moneter ultra longgar bank sentral di berbagai belahan dunia plus stimulus fiskal pemerintah, harga emas menyimpan potensi untuk menguat tajam. Bahkan ada yang memprediksi harga emas bisa ke US$ 4.000/troy ons.

Dengan begitu, emas disebut sebagai “raksasa yang sedang tidur” oleh Andrew Hecht, dari Hecht Commodity.

Dalam tulisannya yang dikutip Kitco, Hecht melihat harga emas yang turun ke bawah US$ 1.700/troy ons pada pekan lalu bisa jadi menandai periode penguatan (bull rally) yang baru. Ia melihat harga emas dalam jangka panjang emas akan menuju US$ 2.000/troy ons, dan tidak menutup kemungkinan ke US$ 3.000/troy ons atau lebih tinggi lagi.

“Emas kemungkinan masih tidur saat ini, tapi penguatan tajam masih sangat mungkin terjadi jika harga emas mengikuti pola yang terjadi di tahun 2008,” tulis Hecht sebagaimana dilansir Kitco.

Kondisi saat ini memang mirip dengan tahun 2008, bahkan lebih parah lagi. Perekonomian global merosot tajam, dan bank sentral mengambil kebijakan moneter ultra longgar.

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) contohnya, suku bunga sudah dibabat habis menjadi 0-0,25% (sama dengan ketika krisis finansial 2008). The Fed juga menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) bahkan kali ini nilainya tidak terbatas, sementara pada tahun 2008 dan setelahnya QE yang dilakukan nilainya dipatok tiap bulannya.

Krisis 2008 dan kebijakan bank sentral menjadi awal emas terus menguat hingga menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920,3/troy ons pada 6 September 2011.

Kini tidak hanya The Fed yang menerapkan suku bunga sangat rendah dan QE, tetapi bank sentral negara-negara maju lainnya, sehingga peluang emas memecahkan rekor tertinggi terbuka lebar.

Di sisi lain, harga emas logam mulia acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) atau emas Antam pada perdagangan Selasa kemarin (12/5) turun 0,93% atau sebesar Rp 8.000 menjadi Rp 854.000/gram dari perdagangan Senin di level Rp 862.000/gram. 

Sebelumnya pada perdagangan Senin pekan ini, harga emas Antam juga stagnan dari posisi harga Sabtu yakni Rp 862.000/gram.(CNBC Indonesia )