Respons Pengusaha Terhadap Penerbitan UU Omnibus Law “Cilaka”

Hariyadi mengatakan perhatian tersebut harus diberikan karena kondisi tersebut membuat banyak masyarakat terlalu bergantung  pada subsidi negara. Contohnya, subsidi listrik sebesar 40 persen yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat yang kurang mampu.

“Atau kalau mau pertajam lagi, adalah penerima bantuan iuran jaminan kesehatan yang pendapatannya kurang dari Rp600 ribu per bulan,” lanjutnya.

Hariyadi melanjutkan masih banyak masyarakat yang belum memiliki belum memiliki pendapatan stabil, atau menganggur.

“Menurut pandangan kami, itu yang harus diprioritaskan, supaya semua lapisan masyarakat bisa masuk ke dalam sistem pekerjaan formal,” pungkasnya.

Sebelumnya,  kalangan buruh mengutarakan keberatan atas rencana penerbitan UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Keberatan salah satunya mereka sampaikan terkait aturan pesangon.

Mereka khawatir, penerbitan uu tersebut nantinya akan mengurangi atau bahkan menghapus aturan pemberian pesangon.

Diketahui, berdasarkan UU Ketenagakerjaan, para pengusaha diwajibkan untuk membayar pesangon pekerja.

Dengan masa kurang dari setahun, perusahaan pun harus membayar upah pesangon paling kecil sebesar gaji pekerja dalam sebulan. Apabila pekerja dalam kondisi kurang lebih dari setahun, namun kurang dari dua tahun bekerja, pekerja patut menerima hak pesangon paling kecil sebesar dua bulan gaji bekerja, dan demikian seterusnya.

Namun, kekhawatiran tersebut telah dijawab Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia memastikan pesangon tak dihilangkan dalam uu tersebut.

Hanya saja, ia tak menyebut pasti formulasi yang dimaksud.

“Pesangon ada, nanti ada formulasi terhadap pesangon,” ucap Airlangga, Selasa (28/1).  (Sumber : CNN Indonesia  )