Sesuai RUU yang ada saat ini, analisis kami menunjukkan bahwa “RUU Omnibus Cipta Kerja” akan mengarah pada fleksibilitas yang lebih besar dan mengurangi kesejahteraan buruh/pekerja secara signifikan.
(1) Usulan RUU Omnibus Law ini berisiko melemahkan upah minimum:
-Akan menghilangkan acuan upah minimum di tingkat kota / kabupaten dan
sektoral, dan hanya mengacu pada upah minimum provinsi. Tingkat upah
minimum akan didasarkan pada pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi
bukan berdasarkan dari biaya hidup sebenarnya.
– Pengaturan upah akan menjadi hak prerogatif gubemur provinsi, di mana ini bertentangan dengan Konvensi ILO No.131 tentang Penetapan Upah
Minimum, yang membutuhkan mekanisme penetapan upah minimum melalu mekanisme tripartit
–Sanksi tegas terhadap pengusaha karena tidak mematuhi tingkat upah
minimum juga akan melemah secara signifikan. Undang-undang yang berlaku saat ini (UU 13/2003) menetapkan hukuman hingga 4 tahun penjara dan/atau pembayaran denda hingga 400 juta rupiah. Omnibus Law akan menghapus hukuman ini serta hukuman karna keterlambatan pembayaran upah yang tidak memiliki justifikasi yang benar. Selain itu, usaha mikro-kecil dan menengah, yang merupakan mayoritas usaha di Indonesia, dapat di bebaskan dari kewajiban membayar upah minimum buruh/pekerjaan
(2) Ketentuan penting terkait pembayaran pesangon akan dihapus:
Ini akan mempermudah perekrutan dan pemecatan buruh/pekerja bagi pengusaha, dan pada saat yang sama merampas kesejahteraan yang signifikan dari buruh/pekerja. Misalnya, buruh/pekerja dengan waktu tertentu tidak akan lagi mendapatkan manfaat dari uang pesangon.
perjanjian kerja.
Kategori buruh/pekerja lain yang kehilangan uang pesangon mereka termasuk buruh/pekerja yang diberhentikan sebagai bagian dari prosedur penghematan
atau buruh/pekerja yang diberhentikan karena sakit yang berkepanjangan dankecelakaan kerja.
3) UU Omnibus juga akan menghapus batasan terhadap penggunaan berlebihan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersifat permanen:
Saat ini, undang-undang tidak mengizinkan pengusaha untuk mempekerjakan buruh/pekerja dengan PKWT selama lebih dari dua tahun untuk pekerjaan
yang sifatnya permanen. Namun, ketentuan tersebut akan dihapuskan jika RUU Omnibus ini disahkan. Ini akan mendorong pengusaha untuk terus-
menerus mempertahankan pekerja dengan kontrak yang tidak menjaminkeamanan kerja.
((4) Undang-undang Omnibus akan menghapus batasan untuk outsourcing buruh/pekerja dan perlindungan skema kesehatan dan pensiun:
Saat ini, outsourcing hanya diperbolehkan untuk lima jenis pekerjaan yang bukan bagian dari bisnis inti perusahaan. Namun, jika perubahan yang diusulkan disahkan, maka tidak akan ada lagi hambatan bagi pengusaha untuk melakukan outsourcing di semua kegiatan usaha mereka, yang menjadikan buruh/pekerja tidak memiliki buruh/pekerja bekerja dengan dasar per jam dst. Akibatnya, banyak pekerja tidak akan terlindungi dari skema perlindungan asuransi kesehatan dan
keamanan kerja seperti unsun.
(5) Undang-undang Omnibus akan menyebabkan risiko kesehatan dan keselamatan yang siknifikan :
Sementara batas 40 jam kerja per minggu di pertahankan dalam UU Omnibus, batasan harian akan di hapus. Jam kerja maksimum yang di perbolehkan akan meningkat, yang dapat menyebabkan risiko kesehatan dan keselamatan yang siknifikan.
(6) Konsultasi dengan serikat biuruh/ serikat pekerja akan dihapus:
– Persyaratan untuk berkonsutasi dengan serikat buruh / serikat pekerja guna meminimalkan hilangnya pekerjaan dan mengambil langkah langkah demi mengurangi dampak buruk dari pemutusan hubungan kerja dalam hal terjadi restrukturisasi akan di hapus. Setiap amandemen yang diusulkan dalam RUU ini seharusnya tidak boleh mengurangi hak dan manfaat yang sudah dijamin oleh peraturan dan perundang-
undangan.
Mengurangi standar ketenagakerjaan hanya akan mendorong penyebaran pekerjaan berupah rendah, pekerjaan rentan dan menghambat suatu negara dalam mengembangkan pekerjaan dengan keterampilan tinggi yang lebih stabil.
Olen karena itu, ITUC-AP mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mencabut RUU Omnibus yang diusulkan dan menyerukan konsultasi terbuka dan konstruktif dengan mitra sosial dalam menyusun RUU yang di usulkan tersebut.
(Sumber :Poros Nusantara Tyo*)