Adakah Kaitan Hadirnya 153 TKA Asal China dengan Perjanjian RCEP dan UU Cipta Kerja?

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari The Guardian, pada 15 November 2020 lalu, China dan 14 negara lain yang berada di kawasan Asia-Pasifik, telah menandatangani salah satu perjanjian perdagangan bebas terbesar dalam sejarah dunia, yakni dengan mencakup 2,2 miliar orang dan 30 persen dari hasil ekonomi dunia.

Perjanjian tersebut bertajuk Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), yang ditandatangani oleh China, Australia, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, bersama anggota 10 negara ASEAN, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Perjanjian tersebut menetapkan ketentuan perdagangan barang dan jasa, investasi lintas batas, dan aturan baru untuk bidang yang semakin penting saat ini.

Dengan adanya perjanjian RCEP, ditambah sebelumnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah diimplementasikan pada akhir 2015, hal ini turut membuka arus bebas tenaga kerja di antara negara-negara yang telah menyepakati perjanjian tersebut.

UU Cipta Kerja memuat izin penggunaan tenaga kerja asing.

Dalam UU Cipta Kerja pasal 42 ayat 1 tercantum bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat.

Dengan begitu, TKA hanya perlu memiliki Rencana Penggunaan TKA (RPTKA).

Hal ini lebih sederhana dibanding aturan sebelumnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, sehingga TKA lebih mudah untuk mendapatkan izin bekerja di Indonesia.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang menilai kehadiran UU Cipta Kerja bisa menggairahkan investasi dan perdagangan internasional.

“UU Cipta Kerja ini harus disosialisasikan secara luas. Pentingnya UU Cipta Kerja karena dapat memangkas beragam perizinan yang terdapat di berbagai peraturan perundang-undangan sehingga akan memajukan aktivitas perekonomian Indonesia, khususnya dalam bidang investasi dan perdagangan internasional,” kata peneliti ekonomi LIPI Zamroni Salim, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.

Perjanjian RCEP dan UU Cipta Kerja memang saling terkait terhadap arus bebas tenaga kerja, terutama tenaga kerja asing.

Jika dilihat dari sisi positif, perjanjian RCEP dan UU Cipta kerja memang bisa membuka peluang bagi investasi dan perdagangan Indonesia di dunia internasional.

Akan tetapi, jika sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak siap menghadapi gelombang arus bebas tenaga kerja akibat kedua hal itu, maka bisa menimbulkan dampak negatif .

Upaya Pemerintah Menekan Arus Bebas Tenaga Kerja

Sekjen Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ansari Bukhari mengatakan, arus bebas tenaga kerja menjadi salah satu perhatian utama pemerintah.

Untuk menghadapi hal itu, pemerintah telah memperluas penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI).

SKKNI diyakini dapat menekan dampak negatif dari arus bebas tenaga kerja tersebut.

Pihak Kemenperin sendiri, telah mengagendakan berbagai langkah pembangunan SDM, khususnya di bidang industri, yakni melalui pendidikan, pelatihan, serta pemagangan yang mencakup pada teknis dan manajerial.

Tenaga kerja industri harus memiliki kompetensi yang sesuai SKKNI, jika tidak ingin tergerus oleh arus bebas tenaga kerja akibat perjanjian RCEP dan MEA.

“Jadi, semua tenaga kerja yang bekerja di Indonesia, baik itu teknis atau manajerial, asing atau lokal, harus memenuhi SKKNI. Saat ini, sudah ada sekitar 40 SKKNI yang diterbitkan untuk bidang industri,” kata Ansari.

Dia menambahkan, penerapan standar tenaga kerja tersebut diterapkan semua negara di ASEAN. Standar itu tidak hanya diterapkan bidang industri, tapi juga jasa.

“Saat MEA berlaku, sopir taksi dari Filipina saja bisa bekerja di sini. Nah, nanti akan dibuat SKKNI-nya. Misalnya, bisa berbahasa Indonesia dan lokal, dan tahu peta geografis di sini,” ujar Ansari.***(Sumber Berita :PikiranRakyat-Depok )