Substansi Perubahan RUU Ciptaker, Ada soal Jam Kerja hingga UMP

“Kami sudah sampai kan contohnya. pekerja kontrak diberikan hak dan perlindungan sama dengan pekerja tetap pak. Antara lain antara upah jaminan sosial, perlindungan K3 termasuk kompensasi hubungan kerja, kami ingin ada kepastian di situ,” papar Elen.

Keempat, sambung dia, mengenai ahli daya outsourcing, UU 13/2003 mengatur adanya limitasi tertentu untuk ahli daya outsourcing dan untuk kegiatan tertentu, walau dalam penjelasan disebutkan, belum ada ketegasan atau kesamaan jaminan hak dan perlindungan bagi pekerja alih waktu.

“Ke depan pak kita ingin mendudukan persoalan ini, alih daya adalah persoalan B to B sebesar bisnis to bisnis , yang kita perlukan adalah jaminan pekerja yang bekerja di dalam alih daya tersebut, diberikan perlindungan sama dengan pekerja tetap,” ujarnya.

Kelima, masalah upah minimum, Elen mengatakan, di awal sudah digambarkan secara ringkas bahwa dalam UU ketenagakerjaan, upah minimum dapat ditangguhkan, sehingga banyak pekerja buruh dapat menerima upah di bawah upah minimum dan ini fakta. Lalu peraturan upah minimum, tidak diterapkan pada usaha usaha mikro dan kecil menengah (UMKM). Kenaikan upah minimum menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional

“Kesenjangan upah minimum pada beberapa kabupaten/kota sudah sangat tinggi, kita ke depan ingin ada perubahan, upah minimum kita tidak dapat ditangguhkan, jadi ini adalah safety net pak, kita ingin itu dibayarkan,” terangnya.

Kemudian, dia melanjutkan, kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas, pemerintah adanya kesengajaan antara upah minimum dengan produktivitas. Sehingga, pihaknya ingin sekarang upah dikaitkan dengan produktivitas. Dengan demikian akan tergambar berapa besarnya porsi di dalam efektivitas pembayaran upah dalam pekerjaannya.

“Upah minimum di tingkat provinsi, dan dapat diterapkan upah minimum pada Kabupaten kota kepada syarat tertentu, upah untuk UMKM tersendiri, dan tidak bisa mengikuti yang sudah diatur di dalam upah yang untuk diatas UMKM,” tambahnya.

Keenam, Elen menjelaskan, persoalan pesangon PHK sebanyak 32 kali upah dinilai sangat memberatkan pelaku usaha. Hal ini juga mengurangi minat investor untuk berinvestasi.

Berdasarkan data sensitivitas pemerintah, 66% perusahaan tidak patuh mengikuti UU, 27% patuh secara parsial dan karyawan menerima nilai lebih kecil dari pada haknya. Dan 7% patuh.

“Jadi, dengan pengaturan seperti ini implementasinya tidak sama. Karena itu, kami anggap masih terdapat ketidakpastian dalam pesangon ini, ini harus kita selesaikan,” tegasnya.

Terakhir, Elen menambahkan, subtansi pokok yang diusulkan adalah hal-hal yang baru yang tidak diatur di dalam UU Ketenagakerjaan dan ini diperlukan saat pandemi. Pemerintah mengusulkan adanya program baru yaitu program jaminan kehilangan pekerjaan. Program ini akan memberikan benefit pada pekeja yang terkena PHK.

Ada tiga manfaat yakni, pemberian gaji dan upah setiap bulan yang tergantung kesepakatan ini yang ditanggung melalui program ini. Kemudian, training peningkatan kapasitas sesuai kebutuhan pasar kerja, informasi ke tenaga kerja dan mendapatkan jaminan sosial lain, seperti kecelakaan kerja hari tua dan pensiun jaminan kematian.

“Jadi ada beberapa lain ada usulan, termasuk masukan Mahkamah Konstitusi (MK) kami setuju putus MK kami akan ikuti dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keputusan MK kami kembalikan ke putusan MK. Sanksi pidana kita sepakat untuk kembali pada UU existing. Sehingga kami usulkan tidak perlu dibahas, karena sudah diputuskan untuk kembali ke UU existing,” jelasnya. (sumber :Okezone}