Di Depan Investor Jepang, Luhut Harap Omnibus Law Cipta Kerja Kelar Minggu Depan

Adapun RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah usulan pemerintah, yang sudah diserahkan ke DPR sejak 12 Februari 2020. Saat ini, proses pembahasan sudah berjalan di DPR. Selain RUU Cipta Kerja, ada juga RUU Omnibus Law Perpajakan.

Dalam forum ini, Luhut mengatakan perizinan investasi akan disederhanakan lewat Omnibus Law Cipta kerja, khususnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Selain itu, Luhut juga meyakini Omnibus Law ini akan membuat indeks kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EoDB) di Indonesia akan semakin membaik.

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, kata dia, peringkat EoDB Indonesia sudah naik, dari posisi 120 menjadi 73 di antara negara-negara di dunia. “Kami ingin sampai 50, dengan Omnibus Law kami yakin itu akan tercapai,” ujarnya.

Tapi di saat yang bersamaan, gelombang penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja di tanah air terus berlanjut. Salah satu yang paling lantang menolak adalah kalangan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Hari ini, mereka kembali berunjuk rasa di depan Gedung DPR.

Sejak Omnibus Law Cipta Kerja diserahkan ke DPR pada Februari 2020, kelompok buruh sudah menyatakan penolakan. KSPI misalnya, menyebut ada 9 alasan penolakan: mulai dari hilangnya upah minimun, berkurangnya pesangon, sampai waktu kerja yang eksploitatif.

Adapun dalam unjuk rasa hari ini, Presdien KSPI Siad Iqbal menyampaikan tuntutan agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Omnibus Law Cipta Kerja. Saat ini, klaster tersebut baru sebatas ditunda pembahasannya, belum resmi dicabut.

Menurut Said Iqbl, KSPI setuju investasi harus lebh banyak masuk ke Indonesia. Ia pun sepakat hambatan yang ada harus ditiadakan dan dipermudah. “Tapi secara bersamaan, perlindungan bagi buruh yang paling minimal dalam UU Ketenagakeraajn, tidak boleh dikurangi atau diubah,” kata dia. (Sumber Berita :TEMPO.CO, FAJAR PEBRIANTO)